Saturday, 4 February 2012
m o r e
30 Tahun?
Khilafah Hanya Berlangsung 30 Tahun? .
m o r e
Penguasa
Syarat-Syarat Penguasa Negara Islam.
m o r e
Khilafah
Khilafah Islamiyyah Versus The New World Order.
m o r e
..**Pendidikan Indonesia Berlumur Dosa dari Akar Hingga Buah**..
Posted on
Saturday, December 10, 2011
by
Khoirunnisa Syahidah
in
Labels: Artikel, Opini
Akhir-akhir ini institusi pendidikan di Indonesia semakin dituntut untuk menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas itu sendiri didefinisikan sebagai sesuai dengan kebutuhan pasar lapangan kerja. Kurikulum-kurikulum pendidikan yang dibuat, universitas- universitas yang didirikan adalah untuk mencetak masyarakat yang siap dimanfaatkan oleh pasar.
Orientasi pendidikan yang sejatinya sebagai proses pembentukan kepribadian dan pendewasaan kedepannya akan berubah menjadi alat produksi yang penekanannya focus untuk menyediakan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar, lebih tepatnya kebutuhan para kapitalis/pemilik modal.
Sistem pendidikan seperti ini pada akhirnya melahirkan manusia-manusia mesin. Pandai secara akademis tapi buta pemahaman agamanya, memiliki ketrampilan tetapi tidak memiliki kepribadian baik. Lebih buruk lagi, yang dihasilkan adalah orang pandai tapi korup. Profesional tapi bejat moral. Ini adalah out put umum dari sistem pendidikan dewasa ini.
Hal ini terjadi karena sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan sekular. Sebagaimana yang tertuang pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagaman, dan khusus. Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini merupakan dosa paling mendasar system pendidikan Indonesia. Terbukti, system model sekularisme seperti itu telah gagal melahirkan manusia salih berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan zaman melalui penguasaan sains dan teknologi.
Betapa banyak kaum intelektual lulusan pendidikan umum yang tetap saja 'buta agama' dan rapuh kepribadiannya? Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasaitsaqâfah Islam dan sisi kepribadiannya secara relatif tergarap baik. Akan tetapi, di sisi lain, ia buta terhadap perkembangan sains dan teknologi. Akhirnya, sektor-sektor modern (industri manufaktur, perdagangan, dan jasa) diisi oleh orang-orang yang relatif awam terhadap agama karena orang-orang yang mengerti agama tidak mampu terjun di sektor modern, mereka terkumpul di dunianya sendiri (pesantren, madrasah, dosen/guru agama, Depag).
Dunia pendidikan dikatakan semakin maju dengan pengembangan ilmu pengetahuan - teknologi (iptek) dan riset di berbagai bidang keilmuan. Tapi faktanya, universitas-universitas terkemuka yang sibuk dengan urusan pemeringkatan riset ilmiah, justru gagal memberikan jawaban untuk masalah narkoba, free sex, tawuran, hura-hura, kebencian, iri hati, balas dendam, ketidakjujuran, korupsi dan berbagai bentuk kehancuran moral lainnya. Yang lahir dari pendidikan sekulerisme tersebut adalah sikap materialistic. Dimana pendidikan bukan lagi sebuah proses pembentukan kepribadian dan pendewasaan diri untuk bisa hidup bermartabat tetapi pendidikan tidak lebih sekadar upaya atau sarana mencari pekerjaan. Pendidikan merupakan sabuk pengaman untuk meraih sukses materi dan karier dimasa depan.
Lebih jauh pendidikan Sekuler-Materialistik ini berkontribusi melahirkan peserta didik yang pragmatis. Mungkin hanya sedikit di antara mereka yang memegang nilai idealisme, selebihnya lebih pragmatis. Sekadar ilustrasi, pernah ada salah seorang tenaga pengajar mengadakan survei mengenai sosok dosen yang diidealkan. Hasilnya sungguh di luar dugaan. Sosok dosen ideal adalah yang santai, tidak banyak tugas dan memberi nilai mudah. Sebaliknya, yang dibenci adalah yang konsisten, disiplin, banyak tugas dan nilainya mahal.
Belum lagi sikap apatis yang sudah menggejala disebagian intelektual muda/ mahasiswa sebagai akibat system pendidikan sekuler ini. Mereka sama sekali tidak peduli dengan penderitaan dan kesengsaraan masyarakat. Bagi mereka yang penting selamat secara pribadi. Ngapain susah-susah mikirin nasib umat. Nonton sepakbola bagi mereka jauh lebih menyenangkan daripada mengikuti forum-forum kajian yang membincangkan persoalan umat. Kondisi seperti ini melahirkan budaya individualis yang semakin tajam. Bagi mahasiswa seperti ini keberhasilan studi merupakan cita-cita yang paling dijunjung tinggi dan senantiasa jadi haluan perjuangannya. Bagi mereka, standar keberhasilan itu adalah meraih nilai studi yang setinggi-tingginya. Biasanya, kehidupan mahasiswa seperti ini hanya berkisar antara rumah dan kampus. Kupu-kupu (Kuliah pulang-kuliah pulang). Angan-angan mereka kalau sudah lulus kelak adalah pekerjaan yang mantap dengan gaji yang besar, istri yang cantik, fasilitas yang mewah, dan anak-anak yang lucu dan manis.
Hanya saja, ketika dunia dikendalikan oleh kaum intelektual produk pendidikan sekuler seperti itu hasilnya adalah seperti yang sekarang ini sudah kita lihat bersama. Ketimpangan ekonomi, ketidakadilan hukum, degradasi moral, makin terkikisnya kohesi sosial, kezaliman dimana-mana dan semua kebrobrokan menghiasi negeri ini. Aktor-aktor utama yang bermain dibalik semua kehancuran yang menimpa Indonesia dan seluruh dunia adalah mereka yang berasal dari kalangan intelektual produk pendidikan sekuler.
Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang membuat negeri yang kaya ini terpuruk dalam perangkap hutang. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang memberikan kekayaan alam negeri ini kepada asing dan membiarkan rakyatnya mati kelaparan. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang begitu mudah menghukum nenek Minah lantaran mencuri 3 buah cacao dan begitu sulitnya menjerat seorang Anggodo Wijoyo dan koruptor kelas hiu ganas lainnya. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang menyebabkan Porong Sidoharjo hilang dari sejarah. Konon kerugian yang diakibatkan ulah PT. Lapindo mencapai 45 Triliun! Dan hingga saat ini belum jelas pertanggungjawabannya terhadap masyarakat. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang selalu menyatakan bahwa pasar bebas itu baik, membiarkan mekanisme pasar bekerja itu bentuk perekonomian yang unggul. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang selalu memuja dan memuji ekonomi Neolib yang sudah terbukti sangat ringkih. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang selalu pintar mengambil muka terhadap Barat terutama Obama dan menjadikan Amerika seakan malaikat penolong, padahal Negara penjajah itu hingga saat ini, tidak bisa menolong diri sendiri keluar dari krisis ekonomi yang sedang menimpanya. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang selalu menjadi antek bagi Negara-negara Kapitalis penjajah dengan ketundukan secara total. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang senantiasa membenci kaum muslim untuk beribadah secara kaffah kepada Allah. Mencurigai mereka yang beramal saleh, membela mereka yang beramal salah. Mereka kaum intelektual-sekuler lah yang selalu menghalang-halangi kaum muslim dari upaya menerapkan Syari’ah Islam dibawah naungan Khilafah. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual-sekuler lah yang menyebabkan kehancuran negeri ini. Ini semua merupakan bentuk dosa besar kaum intelektual-sekuler yang akan direkam jelas oleh sejarah.
Ini semua tidak boleh didiamkan terus menerus jika tidak kehancuran akan semakin parah. Dosa-dosa yang dilakukan oleh kaum intelektual-sekuler tersebut telah meluluhlantakkan semua sendi kehidupan karena itu harus segera dihentikan. Disinilah peran kita. Bahwa kita semua berkewajiban untuk menyelesaikan persoalan pendidikan negeri ini dengan penyelesaian mendasar secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara total yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan. Sesungguhnya paradigma pendidikan Islam memberikan jawaban atas persoalan pendidikan sekuler ini dengan pendidikan karakter yakni menciptakan anak didik yang berkepribadian Islam, mememiliki pemahaman yang dalam terhadap tsaqofah Islam, menguasai IPTEK dan ketrampilan yang memadai.
Sistem pendidikan yang materialistik-sekularistik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekular. Maka upaya untuk menciptakan pendidikan Islam tidak akan sampai pada tujuan jika negara yang menaungi masih negara sekuler. Oleh karena itu, maka kewajiban pertama dan utama kita semua adalah merubah negara yang berdiri ringkih diatas landasan sekulerisme ini kepada Negara yang berdiri kokoh diatas landasan ideology Islam. Itulah Negara Khilafah Islamiyah!
Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan para Khalifah dahulu.
Negara Khilafah akan menggratiskan biaya pendidikan untuk seluruh rakyatnya tanpa pandang bulu. Negara Khilafah akan mensinerjikan peran antara sekolah, masyarakat, dan keluarga untuk menciptakan iklim pendidikan yang kondusif. Negara Khilafah akan menciptkan kurikulum yang terpadu berdasarkan tingkatan pendidikan dari TK hingga perguruan tinggi. Negara Khilafah akan mendorong pengembangan IPTEK dengan memberikan penghargaan yang besar kepada para peneliti dan penulis buku, tidak seperti Negara Kapitalis Sekuler yang lebih menghargai tukang hibur yang memabukkan dari pada cendikiawan. Negara Khilafah akan menjadikan peserta didik menjadi manusia yang benar-benar manusia yang faham dirinya hanyalah seorang hamba untuk beribadah kepada Tuhannya, tidak seperti Negara Sekuler-Kapitalis yang produknya adalah manusia mesin yang tidak tahu tujuan hidupnya yang hakiki.
Sekali lagi tugas pertama dan utama bagi kita semua adalah mendirikan Khilafah Islamiyah yang dijanjikan Rasulullah agar kehidupan kita selamat dunia dan akhirat. Mari kita melakukan penyadaran kepada seluruh masyarakat agar sama-sama memahami kewajiban ini.
Sedangkan kepada mereka yang sudah tercebur kedalam lumpur intelektual sekuler marilah segera tobat sebelum terlambat. Pintu tobat belum tertutup, sudah saatnya bertobat dari sistem pendidikan sekuler-materialistik ini. Tobat yang bukan hanya sebatas mengingat kesedihan, mengenang wajah pendidikan yang buram dan semua keburukan dunia pendidikan masa lampau tanpa berfikir untuk memperbaiki diri kedepannya. Sebab, sudah banyak acara-acara tobat nasional digelar, istighosah-istighosah juga tidak henti-hentinya dilakukan. Bahkan diantaranya juga dihadiri oleh pemimpin negeri ini dan beberapa pejabat jajarannya. Akan tetapi do’a yang diucapkan seakan hilang ditelan bumi tanpa pengaruh apa-apa, masalah tidak kunjung terurai bahkan bertambah runyam. Hal ini tidak lain karena tobat yang digelar tersebut bukanlah tobat sebenarnya. Tobat tersebut tidak lebih dari sekedar tobat seremonial untuk meramaikan media masa. Buktinya setelah melakukan tobat Pemimpin dan pejabat negeri ini bukannya menempuh jalan kesolehan dengan berpedoman kepada petunjuk Allah yakni Islam, akan tetapi kembali melakukan maksiat yang besar dengan mengikuti jalan salah yang selama ini telah menyempitkan hidup mereka.
Agar tobat yang kita lakukan tidak sia-sia, marilah kita bergegas membangun sistem pendidikan Islam, dalam negara Khilafah, yang akan melahirkan generasi berkepribadian Islam dan menguasai sains teknologi. Generasi inilah yang akan mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia. ALLAHUAKBAR!!! [erwin/pendidikan/syabab.com]
*) Deklarator Sumpah Mahasiswa 18 Oktober 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment