Saturday 12 January 2013

cara lain untuk peduli






Cara Lain Untuk Peduli dan Berbagi
Ilustrasi
 - Sebagai makhluk sosial, kita memiliki kewajiban peduli kepada sesama manusia, lebih khususnya lagi kepada sesama muslim. Sebab sesama muslim adalah saudara. Seorang saudara sudah seharusnya memiliki kepedulian kepada nasib saudaranya. Jika saudaranya gembira, maka ia akan ikut bergembira dan jika saudaranya susah, ia pun turut merasakan kesusahan tersebut.
Islam mengajarkan kepada setiap muslim untuk selalu peduli dengan nasib muslim lainnya. Secara psikologis, kepedulian tersebut diwujudkan dengan rasa simpati, rasa senasib dan sepenanggungan. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam:
«تَرَى المُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، كَمَثَلِ الجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالحُمَّى»
“Kalian melihat orang-orang beriman itu dalam sikap saling menyayangi, saling mencintai dan saling menyantuni sesame mereka adalah bagaikan satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh anggota tubuh lainnya ikut merasakan sakitnya dengan merasakan demam dan tidak bisa tidur malam.” (HR. Bukhari no. 6011)

Secara materi, kepedulian tersebut diwujudkan dengan memberikan bantuan harta kepada sesama muslim saat ia ditimpa kesulitan, memberikan pinjaman hutang saat ia mengajukan pinjaman, memberi tangguh pembayaran saat ia belum mampu membayar hutang, atau bahkan merelakan dan melepaskan hutangnya saat melihat saudaranya tak mampu membayar hutang tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 261)
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 280)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Orang­ yang paling dicintai oleh Allah ‘Azza wa jalla adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain. Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kesenangan yang diberikan kepada sesama muslim, menghilangkan kesusahannya, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama salah seorang saudaraku untuk menunaikan keperluannya lebih aku sukai daripada beri’tikaf di masjid ini (Masjid Nabawi) sebulan lamanya. Barangsiapa berjalan bersama salah seorang saudaranya dalam rangka memenuhi kebutuhannya sampai selesai, maka Allah akan meneguhkan tapak kakinya pada hari ketika semua tapak kaki tergelincir. Sesungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amal sebagaimana cuka yang merusak madu.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan)
Berbagi dan peduli kepada sesama muslim dengan harta merupakan sebuah amalan yang berat. Meski pahalanya sangat besar namun tidak semua muslim mampu melakukannya. Selain karena faktor keterbatasan harta, terkadang banyaknya kebutuhan atau penyakit kikir juga menjadi penghalang tersendiri.
Islam adalah agama yang mudah dan memberi kemudahan. Jika seorang muslim tidak mampu mengungkapkan kepeduliaannya dengan hartanya, maka Islam membukakan untuknya pintu-pintu kepedulian lainnya yang sangat mudah, praktis dan tanpa biaya. Salah satunya adalah pintu kepedulian yang disebutkan dalam hadits berikut ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّكُمْ لَا تَسَعُونَ النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ وَلْيَسَعُهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الْوَجْهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ»
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Kalian tidak akan mampu mencukupi (kebutuhan) manusia dengan harta kalian, maka hendaklah kalian bisa mencukupi (kebutuhan) mereka dengan wajah (kalian) yang ceria dan kemuliaan akhlak kalian.” (HR. Al-Hakim no. 427, 428 dan Abu Ya’la no. 6550)
Makna hadits di atas sangat jelas. Kita tidak akan mampu menyantuni
seluruh kaum muslimin dengan harta kita. Jumlah manusia yang harus disantuni sangat banyak, sementara harta kita sangat terbatas. Seseorang sekaya apapun dirinya pasti tak akan mampu menyantuni seluruh masyarakat.
Namun kita mampu untuk peduli dan berbagi kepada setiap muslim dengan wajah kita yang ceria kepada mereka dan akhlak kita yang mulia saat kita bergaul dengan mereka.
Tersenyum, berwajah ceria, tidak cemberut dan tidak bermuka masam saat bertemu dengan sesama muslim sama sekali bukan pekerjaan yang memakan biaya. Saat seseorang sakit gigi atau terkena sariawan sekalipun, ia masih bisa melakukannya. Hanya butuh waktu beberapa menit saja.
Demikian pula dengan akhlak yang mulia. Mengucapkan salam saat bertemu, menjabat tangannya dengan hangat, berbincang dengan akrab tanpa meremehkan sopan-santun, memperhatikan kesulitannya, mendengarkan cerita dan keluhannya, mendorong semangatnya, dan meringankan kesusahannya sebatas kemampuan kita adalah contoh akhlak mulia yang bisa kita lakukan kepada sesama muslim.
Sungguh indah, mudah dan penuh hikmah ajaran Islam itu.
(zafaran/muslimah zone)

No comments: