Thursday, 13 September 2012

Al-qur an jangan hanya di baca.


Pernahkah terlintas di benak kita, sesuatu ganjil yang senantiasa terus-menerus mengusik Qalbu? Kita yang selama ini sering terlena oleh kesibukan-kesibukan dunia sehingga hanya menyisakan secuil waktu untuk urusan akhirat. Betapa banyak di antara kita, yang mengerti bahasa inggris setelah membaca karangan berbahasa Inggris ataupun menonton film Inggris? Atau kita mengerti bahasa Jepang setelah menonton film Jepang? Namun, mengapa kita yang setiap hari membaca Al-Quran, sampai hari ini belum paham bahasa Arab. Ternyata, Al-Quran juga mempunyai sisi lahir dan batin. Secara lahiriah kita dapat melihat dan semua orang juga dapat melihat secara jelas, kecuali orang yang bermata buta, huruf-huruf dan tulisan yang tertulis di permukaan Al-Quran. Baik mukmin, muslim, kafir, munafiq, musyrik, orang dewasa dan anak-anak bisa melihat al-Quran dari sisi lahiriah. Al-Quran juga mempunyai sisi batin yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang mempunyai keimanan, mereka mempercayai bahwa pentingnya membaca Al-Quran serta mengamalkannya. Oleh karena itu, para kader dakwah tidak hanya memfokuskan amal yaumiahnya di seputar target hafalan dan tilawah/bacaan (minimal 1 hari 1 Juz), namun luangkan waktu untuk mentadabburi ayat-ayat Al-Quran dalam sehari beberapa ayat. Misalnya saja, Al-Baqarah: 129, Al-Baqarah: 151, Ali Imran: 79, apabila kita cek di Al-Quran terjemahan, tentu makna dari ayat tersebut tidak terlepas dari kata: membaca, mengajarkan, mensucikan/membersihkan diri, mempelajari. Dari ayat tersebut sudah seharusnya kita mengamalkan ayat-ayat tersebut, jika kita mendapatkan suatu ilmu mungkin dari mempelajari di sekolah dan kampus ataupun dari bacaan, maka kita disuruh untuk mengajarkan kepada orang lain dan juga kita sucikan diri dari sifat-sifat yang mendekati kekotoran (sombong, ujub, riya, dsb). Kita juga bisa telaah ke awal surah Al-Baqarah, di sana di jelaskan urutannya yaitu: beriman, shalat, dan berinfak. Kemudian di akhir ayatnya “… mereka itu orang-orang beruntung”. Berarti, orang yang beruntung itu sudah di jelaskan di awal, mereka yang beriman (tidak musyrik), yang mengimani Allah, para malaikat, kitab Allah, Rasul dan Nabi, Qadha dan kadar, serta mengimani hari akhirat. Setelah itu mereka yang menegakkan shalat dan berinfak. Realita dalam kehidupan kita, mengapa masih banyak yang merasa kesusahan, serba kekurangan dan semakin mengejar urusan dunia? Karena itulah penyebabnya, shalat nya bolong-bolong, sunnah nya (Dhuha dan tahajud nya tidak ada), dan malas bersedekah. Al-Qur’an tidak hanya sekadar di baca (mungkin, untuk mengisi lembar mutaba’ah dari murabbi/ah target 1 juz 1 hari), namun di pelajari, di tadabburi serta di amalkan sehingga menjadikan kita pribadi Qur’ani. Aamiin. Adapun yang menghambat kita dalam mentadabburi Al-Quran ialah, karena pikiran kita yang sudah terdoktrin dari dini bahwa mentadabburi Al-Quran itu luar biasa sulitnya. Selain itu, karena ada sesuatu yang menghalangi kita, di antaranya:
1. Hanya sibuk dengan tajwid. Sambil membaca Al-Quran, kita tidak menyibukkan diri dan fokus tentang makna yang di sampaikan Al-Quran, namun kita sibuk bertanya: udah benar apa belum tajwid yang saya baca tadi? Memang benar, mempelajari hukum tajwid itu wajib agar tidak salah makna dan tidak salah baca. Tetapi, jangan sampai hal ini membuat kita lalai dan hanya fokus kepada tajwidnya. 2. Fokus dengan irama bacaan syekh tertentu. Sering mendengar MP3 tilawah, karena ingin mempelajari “irama”. Ini merupakan kekeliruan besar. Tujuan membaca Al-Quran bukan menguasai irama. Memang benar, Rasulullah pernah berkata, bacalah Al-Quran dengan baik (bacaan yang baik, irama, dsb). Tetapi, irama itu bukan untuk di fokuskan. Para sahabat/sahabiyah menangis terisak-isak ketika di bacakan Al-Quran bukan karena mendengar bacaan Al-Quran dengan “irama yang syahdu” dan “sendu” yang membuat merinding. Namun, mereka menangis mendengar “makna” dari ayat yang mereka dengar. Misal tentang ayat yang bercerita neraka, azab, kematian, musibah dan lainnya. 3. Terus bermaksiat. Maka dari itu, sama halnya dengan impian hafizh (penghafal Al-Quran), hal yang menghalangi kita dalam mentadabburi Al-Quran ialah maksiat. Satu kata yang harus kita delete dari kosakata “amalan yaumiah”, yaitu MAKSIAT. Wallaahu’alam. Semoga kita menjadi aktivis dakwah yang tidak hanya fokus untuk menyelesaikan target harian (mengkhatamkan bacaan Al-Quran dalam sebulan 4x khatam), tetapi juga fokus untuk mendalami ilmu dengan mempelajari Al-Quran dan mentadabburi serta di amalkan. Apa gunanya, kita khatam 20 kali dalam setahun, namun perangai kita sungguh memalukan, lebih memalukan dari si juru maksiat. Contoh: Selebritis (bukan semua artis, lho) wajar tak hafal hadits. Boro-boro mau menghafal hadits, menghafal Al-Quran saja malas. Jangankan menghafal, untuk sekadar membaca aja ogah-ogahan. Jangankan membaca, membuka Al-Quran saja tidak pernah. Jadi, wajar saja perangai/akhlak artis banyak yang tidak beres (halim sebelum akad, zina, aborsi, narkoba, dsb) (ingat, bukan semua artis)… Akhir dari tulisan ini, resep menghafal Al-Quran ialah jika kita sudah mengikhlaskan diri untuk memberikan waktu kita mempelajari Kitabullah, maka kitab (Al-Quran) tersebut juga mengikhlaskan untuk di hafal dan di transfer ke Qalbu dan pikiran kita. Sama seperti ingatan kuat kita dalam surah Al-fatihah. Karena kita ikhlas untuk senantiasa bersyukur kepada Allah (yang ayat Alhamdulillahirobbil ‘alamiin) dan ikhlas beriman dengan ayat ke-5, hanya kepada Allah tempat menyembah dan meminta tolong. Untuk itu, mari kita luangkan waktu (khususnya di malam hari, setelah qiyamul-lail) untuk konsentrasi mentadabburi Al-Qur’anul karim, serta mencari “mutiara yang tersembunyi” di kedalaman samudera nya Al-Quran. Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/22815/jangan-baca-al-quran-kalau-engkau-mengaku-aktivis-dakwah/#ixzz26KFHNPDD

No comments: