Friday, 27 April 2012

GALAU


GALAU adalah kata yang sangat  popular akhir-akhir ini terutama dikalangan muda generasi bangsa. Semua telah terjangkiti sebuah kata yang menandakan seseorang tengah dilanda rasa kegelisahan, kecemasan, serta kesedihan pada jiwanya. Herannya banyak orang yang bangga mengatakan dirinya sedang galau. Entah itu pejabat, pegawai, buruh, pengangguran, kaya, miskin, tua, muda, pelajar ataupun santri telah latah mengkampanyekan ‘galau’ di negeri kita ini.


Keresahan akan senantiasa menghantui hidup manusia apabila pikirannya dibiarkan terombang-ambing oleh permasalahan hidup. Apalagi keyakinannya pada keberadaan Allah Subhanahu Wata’ala sebagai penolong masih terjebak dalam ritual adat-istiadat semata, sehingga berhala menjadi tempat pengaduannya. Fenomena tersebut begitu jelas di depan mata kita dan terjadi pada sebagian besar umat Islam. Kesibukkan dan rutinitas menjebak mereka yang merasa ‘galau’ untuk mengambil langkah pragmatis dalam penyelesaian problema hidup.


Pada dasarnya, manusia adalah sosok makhluk yang lemah dan bergelimang dosa. Wajar jika disebut sebagai makhluk yang paling sering dilanda kecemasan, apalagi ketika dihadapkan pada permasalahan hidup. Inilah fitrah bagi setiap insan yang memiliki akal pikiran dan tidak perlu dirisaukan karena Allah Subhanahu Wata’ala telah menyiapkan penawarnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala di dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat ke 28 yang artinya :


الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ


“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram.”


Orang yang senantiasa mengingat Allah Subhanahu Wata’ala Ta’ala dalam segala hal yang dikerjakannya, tentu akan memiliki dorongan positif pada diri dan jiwanya. Karena dengan mengingat Allah Subhanahu Wata’ala dalam menghadapi segala persoalan, dijamin pikirannya akan cerah dan bijak serta jiwanya diselimuti ketenangan akan datangnya bantuan Allah Subhanahu Wata’ala. Dan sudah merupakan janji Allah Subhanahu Wata’ala Ta’ala, bagi siapa saja yang mengingatnya, maka didalam hatinya pastilah terisi dengan ketentraman-ketentraman yang tidak bisa didapatkan melainkan hanya dengan mengingat-Nya.


Logikanya, jika pejabat ingat pada Allah Subhanahu Wata’ala maka dia akan merasa diawasi oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam menjalankan amanahnya. Dan dengan demikian, peluang berbuat curang apalagi sampai menilap hak rakyat dapat terminimalisir. Begitu juga remaja dan pemuda yang senantiasa menjalin kedekatan dengan Allah Subhanahu Wata’ala, maka kehidupannya memiliki arah pasti yang jauh dari pengaruh bisikan hedonis. Ditambah lagi rakyat secara keseluruhan menghidupkan nilai-nilai ke-Tuhan-an dalam aktivitasnya setiap saat, maka aroma religious akan mampu memberikan kedamaian pada jiwa-jiwa manusia.


Terkhusus umat Islam, jika benar-benar menjalankan dan mengindahkan semua syari’at yang telah dibawa Rasulullah, sudah barang tentu kejayaan umat peradaban akan kembali mewarnai dunia ini. Sejarah peradaban Islam telah membuktikan bahwa tidak ada istilah ‘galau’ pada umat manusia ketika aturan-aturan Allah Subhanahu Wata’ala ditegakkan di atas bumi ini. Artinya, Islam adalah ajaran yang menentang ‘galau’ karena syari’at Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. 


Ayat-ayat penawar galau


Ayat pertama, berserah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Kita sangat dituntut untuk memiliki semangat bekerja keras, namun apapun hasilnya harus diserahkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana telah berfirman Allah Subhanahu Wata’ala yang artinya:  


فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ


“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.“ (QS: al Insyirah: 7-8).


Dengan berserah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, kita akan melakukan apapun dengan ketenangan dan kenyamanan bathin karena ada jaminan Allah Subhanahu Wata’ala yang senantiasa memelihara ciptaan-Nya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:


وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً




“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah  akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah   melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah  telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaaq : 3).


Ayat kedua, bersabar karena Allah Subhanahu Wata’ala. Bersabar disini bukan berarti menunggu dan pasrah begitu saja, sabar dalam artian menerima takdir Allah Subhanahu Wata’ala sebagai yang terbaik dan senantiasa mempersiapkan diri untuk melakukan yang terbaik pula. Allah Subhanahu Wata’ala menegaskan di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat ke 200 yang artinya:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


 “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, supaya kamu beruntung.”


Dan sesungguhnya dengan bersabar Allah Subhanahu Wata’ala sedang menyertai kita. Bukankah suatu kemuliaan bagi manusia jika sang Maha Pencipta sudi menyertai hidupnya? Inilah janji Allah Subhanahu Wata’ala Allah Subhanahu Wata’ala Ta’ala dalam firman-Nya;


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٣


“Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah:153).


Ayat ketiga, berteguh hati dan fikiran. Flash-back terkait makna ‘galau’ jika dipahami keresahan hati, maka kita sebagai umat Islam harus memiliki keteguhan hati dan fikiran bahwa Allah Subhanahu Wata’ala telah mengatur semesta alam ini. Jadi, tidak ada lagi kebimbangan mau jadi apa dan kemana masa depan kita, yang penting lakukanlah apa yang terbaik yang dapat dilakukan. Berikut Allah Subhanahu Wata’ala berfirman: 


وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ


“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah Subhanahu Wata’ala) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. At-Taubah : 105)


Ayat keempat, sedih dilarang Allah Subhanahu Wata’ala.


Sebagai umat Islam, kita harus merasa beruntung dalam berbagai hal kehidupan. Karena Islam telah merangkum aturan hidup manusia hingga akhir zaman, dan tidak sepatutnya seorang hamba Allah Subhanahu Wata’ala bersedih kecuali sedih karena dosanya. Allah Subhanahu Wata’ala memotivasi kita dalam firman-Nya;
لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا


“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala bersama kami.” (QS. At Taubah: 40)


Ayat kelima, menghadap Allah Subhanahu Wata’ala.


Adukanlah semua permasalahan kepada Allah Subhanahu Wata’ala karena pasti Allah Subhanahu Wata’ala mempunyai semua solusinya. Sangat wajar jika kita menemui masalah dalam menjalani kehidupan ini, namun jangan pernah mundur atau takluk pada permaslahan itu. Allah Subhanahu Wata’ala sudah mengingatkan hamba-Nya di dalam ayat yang dibaca setiap muslim minimal 17 kali dalam sehari:
يَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ


“Hanya kepada-Mulah kami menyembah, dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al Fatihah 5)


Dan masih banyak lagi ayat-ayat dari Allah Subhanahu Wata’ala yang mendorong umat Islam untuk tidak menjadi bagian dari orang yang mengkampanyekan ‘galau’, karena dengan berkoar-koar dirinya dalam ke-galau-an maka dia telah menurunkan derajatnya menjadi manusia yang tidak bersyukur dan enggan berfikir.


Kesimpulannya, umat Islam dilarang mengatakan ‘galau’ jika itu berimbas pada perilakunya yang kemudian menduakan Allah Subhanahu Wata’ala. Al-Quran dan As-Sunnah telah disempurnakan dalam merangkum aturan hidup manusia, sehingga tiada lagi problematika hidup jika kita bersandar pada sang pencipta kehidupan. Dan Islam pernah membuktikan dalam berabad-abad lamanya, yakni mampu memakmurkan kehidupan makhluk di jagat raya ini. 


وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِي


“dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS . Al-Anbiya’ : 107)

Monday, 23 April 2012

dibawah kibaran jilbab

7/12/2011 | 12 Muharram 1433 H Please wait
Oleh: Devia Puspita Sari

Kirim Print

Ilustrasi (kawanimut)
dakwatuna.com - Sebelum lebih jauh, mari kita renungi lagi perintah mengenakan hijab bagi seorang muslimah:
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan wanita-wanita mukmin lainnya, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Ahzab (33): 59)
Saudariku..
Perintah mengenakan jilbab merupakan perintah Allah secara langsung kepada semua muslimah. Namun, walaupun hal demikian adalah perintah Tuhan secara langsung yang bertujuan untuk kebaikan dan kehormatan diri seorang muslimah, kebebasan untuk melaksanakan perintah tersebut membutuhkan perjuangan yang ekstra. Kebebasan mengenakan Pakaian takwa ini banyak dihalang-halangi oleh skandal-skandal tertentu yang tidak mengerti islam secara kaffah (menyeluruh).
Tahukah kalian bahwa berkibarnya jilbab di tanah air ini sebelumnya memerlukan pengorbanan??
Pengorbanan yang mungkin mempertaruhkan nyawa dan harga diri demi sebuah hijab sebagai bentuk kecintaan kepada Allah semata..
Sungguh, kebebasan menutup aurat (jilbab) yang kita rasakan sekarang adalah bentuk upaya mereka yang memperjuangkan hak-hak muslimah di tanah air..
Berikut ini awal mula jilbab berkibar di Indonesia:
Berkibarnya jilbab di bumi pertiwi telah melewati sejarah luka yang panjang dan lama. Sekitar tahun 1980-an, ribuan mahasiswi dan pelajar berjilbab membanjiri jalanan di berbagai kota besar. Mereka memprotes keputusan yang melarang jilbab di sekolah.
Revolusi jilbab di Indonesia bermula tahun 1979. Siswi-siswi berkerudung di SPG Negeri Bandung hendak dipisahkan pada lokal khusus. Mereka langsung memberontak atas perlakuan diskriminasi terhadap jilbabnya. Ketua MUI Jawa Barat turun tangan hingga pemisahan itu berhasil digagalkan. Ini adalah kasus awal dari rentetan panjang sejarah jilbab di bumi persada.
Selanjutnya tanggal 17 Maret 1982 keluar SK 052/C/Kep/D.82 tentang seragam sekolah nasional oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah , Prof. Darji Darmodiharjo, S. H. Pelaksanaan terhadap surat keputusan itu malah berujung pada larangan terhadap jilbab. Maka meledaklah demo barisan pembela jilbab di seantero Indonesia.
Ketika itu tengah gencar-gencarnya penggusuran jilbaber dari bangku pelajaran. Para muslimah terpaksa hengkang dari studi demi konsisten menjalankan syariat. Mereka yang diusir dari sekolah, bahkan menggelar perkara ini sampai ke pengadilan.
Belum reda perjuangan jilbab di sekolah-sekolah, muncul fitnah baru di penghujung 1989. Jilbab penebar racun!? Ny. Fadillah berbelanja di Pasar Rawu, diserang tiba-tiba, diteriaki dan dituduh penebar racun. Orang-orang yang tersulut emosi langsung merajam wanita itu hingga hampir meninggal dunia. Para muslimah menjadi takut keluar rumah. Hingga kembali digelar tabligh akbar lautan pendukung jilbab.
Korban demi korban terus berjatuhan tetapi semangat berbusana takwa makin berkobar hebat. Akhirnya, kebenaran tidak bisa lagi dihempang, aturan Tuhanlah yang maha benar. Unjuk rasa, protes, demonstrasi dan dialog intensif serta jalur hukum sampailah di saat yang berbahagia. Seiring keluarnya SK Dirjen Dikdarmen No. 100/C/Kep/D/1991 jilbab lengkap dengan busana menutup auratnya dinyatakan ‘halal’ masuk sekolah. Allahu Akbar!!??!!
Sumber: Hemdi, Yoli. 2005. Ukhtiy… Hatimu di Jendela Dunia (Sebuah Torehan Wajah Perempuan dan Peristiwa). Zikrul Media Intelektual: Jakarta Timur
Saudariku…
Buah perjuangan merekalah yang kita nikmati sekarang, di mana-mana disaksikan lautan jilbab. Busana yang memancarkan pesona ‘dalam’ yang kuat. Pakaian takwa yang berfungsi sebagai benteng kehormatan diri.
Saudariku …
Saya sangat yakin, bahwa kita semua sebagai seorang muslimah, diminta mencopot jilbab bagaikan memaksa telanjang di depan umum. Jilbab bukan sekedar urusan busana, tetapi melambangkan keislaman seorang perempuan. Sekaligus sebagai simbol kesalehan dan ketaatan kita kepada Allah.
Saudariku…
Pakaian takwa bukan hanya sekedar pembungkus tubuh. Busana adalah ekspresi jiwa terhadap identitas pemakainya. Ia merupakan kemasan apik dari pribadi luhur pemakainya. Sosok muslimah berpakaian takwa bagaikan oase penyejuk di tengah panasnya bisnis obral aurat. Jilbab ini telah menuntun kita tidak menjadi golongan dari mereka. Peliharalah hijab kita ini hingga kita bertemu Allah. Hijab yang akan membuat kita berucap bangga ketika bertemu Allah “semua yang kulakukan di dunia ini adalah sebagai pertanda rasa cintaku yang besar kepada-Mu yaa Rabb”.
Saudariku …
Jangan dianggap jilbab malah membuat kita terkesan tidak menarik. Muslimah berjilbab memberikan kesan khusus terhadap lawan jenis. Pribadi yang menimbulkan citra tentang sesuatu yang berharga, makin banyak yang tertutupi makin menariklah ia. Ibarat mutiara yang mempunyai banyak sudut, di mana tiap-tiapnya memancarkan pesona yang berbeda. Keanggunan yang membuat hati tertawan, sehingga kegelapan berubah kegemilangan. Wanita shalihah semakin lama kian bertambah keindahan dari perhiasan budi pekertinya. Sementara muslimah sejati cemerlang dengan inner beauty dari hijabnya, cantik hingga ke hatinya.
Yakinlah saudariku..
Keribetan kita di dunia akan hijab ini akan dibalas kemudahan oleh Allah di akhirat..
Ingatlah sebuah hadits yang memposisikan keutuhan suatu Negara berdasarkan wanita di dalamnya:
“Wanita adalah tiang Negara, jika rusak, maka Negara juga akan rusak, dan jika baik, Negara juga kan menjadi baik”.
Betapa besarnya peran kita sebagai seorang muslimah. Peran yang bisa menghantarkan keutuhan suatu Negara ataupun keruntuhan suatu Negara. Jagalah selalu hijab ini karena dengan demikian kita tidak akan termasuk wanita yang menghancurkan Negara. (Aamiiinn)
Satu lagi hiasan kalimat yang sangat saya senangi: “Banyak pria hebat menjadikan wanita sebagai sumber inspirasi dan motivasi yang tertinggi. Selalu ada perempuan kuat dibalik lelaki hebat. Entah itu berperan sebagai ibu, istri, kekasih, atau sahabat. Karena itu, ia dianggap sebagai tonggak-tonggak penyangga sebuah peradaban”.
“Jagalah selalu jilbabmu Ukhti, karena itu sungguh nyaman, tenteram, anggun, cantik, mempesona dan tentunya sejuk di mata.”

Teruntuk semua muslimah kebanggaan Islam dan penggerak peradaban ^_^

perlu tahu buat muslimah..........?


Wahai Saudariku Muslimah...
Tahukah engkau bahwa :

(1) Semakin banyak pandangan lelaki yang tergiur denganmu semakin bertumpuk pula dosa-dosamu.. tengoklah Foto"mu

(2) Semakin sang lelaki menghayalkanmu...semakin berhasrat denganmu maka semakin bertumpuk pula dosa-dosamu..

(3) Janganlah engkau wahai saudariku muslimah menyangka senyumanmu yang kau tebarkan secara sembarangan tidak akan ada pertanggungjawabannya kelak..!!!. Bisa jadi senyumanmu sekejap menjadi bahan lamunan seorang lelaki yang tidak halal bagimu selama berhari-hari.., apalagi keelokan tubuhmu....
facebookmu tempatnya fotomu bertebaran.. ingatlah fotomu saat engkau uplod sdh bukan lagi punyamu.. tidak takutkah anti..

(4) Bayangkanlah... betapa bertumpuk dosa-dosa para artis dan penyanyi yang aurotnya diumbar di hadapan ribuan...bahkan jutaan para lelaki??
Kenapa juga masih engkau gandrungi,,, tidakkah engkau gandrungi Ummul Mu'minin.. Wanita" tangguh yg tertandingi hingga hari ini

~ ♥ ..::Wahai wanita Belajarlah::.. ♥ ~

..::Kesetiaan Khadijah::..
..::Ketulusan Aisyah::..
..::Kezuhudan Fatimah::..
..::Kesabaran Asyah::..
..::Pegorbanan Sumayyah::..

Aisyah Radhyallahu 'Anha: berpesan Sebaik-baik wanita adalah yg tidak memandang dan dipandang Jgnlah kau bangga dgn kecantikanmu sehingga kau dikejar jutaan lelaki.
Itu bukan kemuliaan bagimu tetapi itu adalah kebodohan untukmu. sahabatku, carilah kecantikkanmu dengan taqwa :) .

(5) Jika engkau wahai saudariku muslimah menjaga kecantikanmu dan kemolekan tubuhmu hanya untuk suamimu...maka engkau saudari-saudariku yg dimuliakanNYA kelak akan semakin cantik dan semakin molek di surga Allah Ta'ala...,

(6) Akan tetapi jika engkau wahai saudariku muslimah umbar kecantikanmu dan kemolekanmu maka ingatlah itu semua akan sirna dan akan lebur di dalam liang lahad menjadi santapan cacing dan ulat...dan di akhirat kelak...bisa jadi berubah menjadi bahan bakar neraka jahannam!!

==>>
"Ketahuilah wahai hamba Allah yang selalu berusaha untuk tawadhu' -semoga Allah meninggikan derajatmu-, sesungguhnya seseorang itu tidak akan menjadi sombong atas orang lain sampai ia merasa kagum terhadap dirinya. Ia melihat bahwa dirinya LEBIH daripada orang lain. Sifat ujub inilah yang AKAN MELAHIRKAN KESOMBONGAN."

(Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali hafizhahullah, Hakikat Tawadhu' dan Sombong Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Jakarta)

jilbabku udah bener belum ya??????

Kirim Print
Ilustrasi (Danang Kawantoro)
 Apakah Jilbabku Jilbab Syar’i bacalah uraian berikut:
Saudariku yang baik hati, yang cantik yang manis, kehadiran tulisan ini merupakan bentuk kepedulian kepada muslimat seluruh Nusantara, sebab roda era globalisasai tak terhenti sedangkan beribu rayuan model pakaian, jilbab bermunculan.
Subhanallah jilbab itu adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul. Jilbab itu ‘iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab itu pelindung. Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya’ (rasa malu). Jilbab itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal maupun kecewa sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah yang harus dilekatkan di hati.
Allah berfirman:
‘’….. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. (QS. An-Nisa ayat 13)
Wahai para muslimah jika kita mentaati perintah Allah dan rasul maka kelak akan mendapatkan syurga Allah SWT. Ayat di atas dikutip dari surah an-Nisa yang berarti wanita , perhatikanlah dalam al-Quran tertera surah wanita sedang surah lelaki tidak ada, ini bertanda bahwa wanita bisa mempunyai peran penting dalam menempuh kehidupan dan kemajuan Islam tetapi wanita bisa juga menjadi sumber fitnah terbesar jika tidak mentaati kaidah-kaidah Allah dan Rasul-Nya.
Hijab dan Jilbab adalah masalah Fiqih (Syari’ah),  Keempat Mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali dan semua ahli Fiqih dan Syariat Islam sependapat bahwa aurat perempuan adalah semua badannya kecuali Muka dan Telapak tangan.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak-lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR Muslim).
Seorang muslimah akan selalu ingin menjadi tampil menarik di hadapan manusia akan tetapi penampilan yang paling menarik dari semua penampilan adalah penampilan yang sesuai syariat Allah sang pengasih dan penyayang hambanya dengan memerintahkan memakai jilbab sebagai penyempurna kewajiban sebagai seorang muslimah yang sudah baligh, hal ini adalah bentuk kasih sayang kepada hambanya khususnya wanita, yakinlah bahwa Allah mengatur semua ini hanya untuk kepada saudariku-saudariku.
Berikut ini adalah dalil-dalil tentang wajibnya memakai Hijab menurut Al-Qur’an dan Hadits dan penafsiran para Sahabat dan Fuqaha (Ahli Fiqih) Hukum Jilbab dan Hijab:
Dari Khalid bin Duraik: ‘’Aisyah RA, berkata: ‘’Suatu hari, asma binti abu bakar menemui Rasulullah SAW dengan menggunakan pakaian tipis, beliau berpaling darinya dan berkata: ‘’wahai asma’’ jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan.’’ (HR. Abu Daud).
Aurat wanita yang tidak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Hal ini berdasarkan dalil hadits di atas dan ayat ayat berikut.
1. Al-Qur’an surah An-Nur ayat 31, “Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumurnya (Indonesia: hijab) ke dadanya….” Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh Allah.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab, jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Menurut Ibnu Umar RA yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau, dalam bahasa kita disebut hujab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan hijab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tetapi, ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.
2. Hadits riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah berpaling darinya dan berkata, “Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil balig) maka tidak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan. (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Hadits ini menunjukkan dua hal:
1.  Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat. Dari kedua dalil di atas, jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat shalat saja atau ketika hadir di pengajian, namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Pembaca yang budiman, jika memperhatikan realita arus kehidupan dunia yang penuh dengan godaan, terkadang saudariku merasa malu menggunakan pakaian muslimah, dengan beberapa alasan:
1.      Malu, terkadang ada muslimah yang sudah paham tentang arti dan kewajiban memakai jilbab syar’i tetapi masih dihantui perasaan malu terhadap teman, keluarga dan lingkungan. Pesan untuk saudari-saudariku yang cantik harapan umat” jangan malu dalam menjalankan Syariat Islam sebab itulah jalan yang lurus tapi malulah jika tidak taat kepada syariat Allah”
2.      Takut dicap teroris, seiring perputaran kehidupan yang canggih anak manusia maju memasuki era globalisasi maka kebanyakan perbuat-perbuat teror yang dilakukan oleh oknum dan salah dalam mengartikan jihad sehingga pada akhirnya setiap ada teror terbukti atau tidak biasanya dituduhkan kepada muslin/muslimat, sehingga terkadang ada ibu rumah tangga yang melarang anaknya untuk memakai jilbab syar’i. “Pesan, tidak usah takut dicap teroris sebab Allah bersama kita’’ kalaupun polri atau Amerika sekalipun menuduh kita yang tidak-tidak lalu kemudian diadili maka engkau mati syahid sebab mempertahankan keimanan dan difitnah.
Setelah membahas beberapa dalil di atas telah jelas bahwa dalam berpakaian saat ini ada beberapa kriteria atau syarat. Syarat-syarat pakaian penutup aurat wanita pada dasarnya seluruh bahan, model, dan bentuk pakaian boleh dipakai, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut.
1. Menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
2. Tidak tipis dan transparan. (Sesuai hadits di atas)
3. Longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh (tidak ketat).
4. Bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki.
Teruntuk saudari-saudariku yang cantik, yang peduli pada diri sendiri atas kehidupan akhirat pakailah pakaian yang sesuai syariat Allah, insya Allah engkau bahagia dunia dan akhirat sebab hati ini akan tenteram jika melaksanakan syariat Islam. Jika memakai pakaian yang tidak sesuai syariat saya yakin bahwa sebenarnya dalam hati kecil kita berkata sebenarnya aku suka berpakaian syariat tapi pikiran dan hawa nafsu ingin berpakaian yang tidak sesuai syariat Allah.
Pakaian muslimah sekarang kebanyakan membungkus bukan menutup, perbedaan membungkus dan menutup, contoh menutup itu berpakaian tapi lekuk-lekuk masih sangat terlihat, transparan, akibat pakaian kekecilan dan ketat dikategorikan membungkus. Sedangkan menutup, berpakaian dengan baik rapi tanpa tidak menampakkan model-model lekuk-lekuk tubuh alias tidak ketat.
Teringat salah satu artikel ww.arrahmah.com berikut bunyinya:
Renungan buat Muslimah yang belum ingin menutup auratnya dengan Hijab
Beralasan belum siap berjilbab karena yang penting hatinya dulu diperbaiki?
Kami jawab, ”Hati juga mesti baik. Lahiriyah pun demikian. Karena iman itu mencakup amalan hati, perkataan dan perbuatan. Hanya pemahaman keliru yang menganggap iman itu cukup dengan amalan hati ditambah perkataan lisan tanpa mesti ditambah amalan lahiriyah. Iman butuh realisasi dalam tindakan dan amalan”
Beralasan belum siap berjilbab karena mengenakannya begitu gerah dan panas?
Kami jawab, ”Lebih mending mana, panas di dunia karena melakukan ketaatan ataukah panas di neraka karena durhaka?” Coba direnungkan!
Beralasan lagi karena saat ini belum siap berjilbab?
Kami jawab, ”Jika tidak sekarang, lalu kapan lagi? Apa tahun depan? Apa dua tahun lagi? Apa jika sudah keriput dan rambut ubanan? Inilah was-was dari setan supaya kita menunda amalan baik. Mengapa mesti menunda berhijab? Dan kita tidak tahu besok kita masih di dunia ini ataukah sudah di alam barzakh, bahkan kita tidak tahu keadaan kita sejam atau semenit mendatang. So … jangan menunda-nunda beramal baik. Jangan menunda-nunda untuk berjilbab.”
Perkataan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berikut seharusnya menjadi renungan:
“Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah menunggu pagi. Jika engkau berada di waktu pagi, janganlah menunggu waktu sore. Manfaatkanlah masa sehatmu sebelum datang sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari no. 6416). Hadits ini menunjukkan dorongan untuk menjadikan kematian seperti berada di hadapan kita sehingga bayangan tersebut menjadikan kita bersiap-siap dengan amalan shalih.
Subhanallah…
Masihkah kamu ragu wahai Ukhti fillah untuk menutup kemolekan tubuhmu dengan hijab? masihkah?  Ingatlah, sesungguhnya api neraka akan membakar tubuh yang kau sajikan untuk lelaki hidung belang, kau bisa beralasan ini dan itu, Demi Allah, sesungguhnya, kita tak akan mampu menebak kapan nyawa ini akan diambil oleh Malaikat Maut! Innalillahi waa inna ialaihi rojiun. Demikianlah artikel yang sempat saya kutip.
Jadi, terus terang saja mata ini sudah sering kali dibelokkan oleh syetan, sebab di manapun saya berada baik di luar Negeri ataupun dalam Negeri begitu banyak wanita muslimah yang tidak menyadari hal ini. Lelaki hidung belang seenaknya menyajikan pesona yang tak pantas.
Saudariku yang muslimah, yakinlah bahwa syariat mengatur kehidupan kita, itu semua teruntuk kebaikan dan kemashlahatan dunia dan akhirat, tidak akan ngaruh kekokohan Allah sebagai Tuhan, jika saudariku berhijab syar’i atau tidak, hasilnya akan kembali kepada diri pribadi kita masing-masing. Mohon maaf dengan sebesar-besarnya jika bahasa-bahasa yang digunakan terlalu over sebab ini semua agar mudah dipahami tak ada niat kecuali saling mengingatkan, wallahu a’lamu bishowab.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/19080/apakah-jilbabku-jilbab-syari/#ixzz1ss9qnfhc

apakah anda memikirkan negri ini

Kirim Print
Ilustrasi (templates.Sering kali kosa kata Al-Qur’an datang dengan bentuk jamak (plural noun), tapi yang diinginkan makna tunggal (singular noun). Al-Qur’an dijumpai memilih gaya pengungkapan seperti ini dalam memberikan penekanan makna terhadap sifat-sifat kemanusiaan yang sepatutnya diteladani atau dijauhi.
Di sini Anda diajak oleh beberapa ayat berikut ini untuk menangkap pesan-pesan akhlaq yang lahir dari model pengungkapan di atas:
Ayat pertama:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِّلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٢٠﴾
(QS. An-Nahl [16]: 120)
Di ayat ini Nabi Ibrahim AS (singular noun) diposisikan sebagai umat (plural noun). Yang menjadi pertanyaan, sebab apa yang melatarbelakangi Nabi Ibrahim AS diposisikan sebagai umat?
Jarullah Az-Zamakhsyari berkata:
 “Di sini ada dua sisi penafsiran. Pertama: dia umat karena mengoleksi seluruh sifat-sifat kebaikan, seperti perkataan seseorang: “Bukanlah hal yang patut dipungkiri jika Allah meletakkan dunia dan isinya di tangan seseorang.” Kedua: dia umat karena panutan atau imam umat dalam kebaikan.”[[1]]
Sisi kedua dari penafsiran tersebut dipertegas oleh Syekh Ahmad bin al-Munayyir al-Iskandari, beliau berkata:
“Makna kedua ini diperkuat oleh firman Allah SWT:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ﴿١٢٣﴾ 
(Q.S. An-Nahl [16]: 123).
Artinya: dia umat yang diteladani manusia dalam menapaki jejak kebaikannya yang penuh berkah. Olehnya itu, Anda wahai Muhammad Saw dengan kemuliaan yang ada pada dirimu, kami mewahyukan kepadamu untuk mengikuti agama dan jalan hidupnya.”[[2]]
Ayat kedua:
أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَىٰ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ ۖ فَقَدْ آتَيْنَا آلَ إِبْرَاهِيمَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَآتَيْنَاهُم مُّلْكًا عَظِيمًا ﴿٥٤﴾
(QS. An-Nisa’ [4]: 54)
Di ayat ini Nabi Muhammad Saw (singular noun) disifati dengan manusia (plural noun). Yang menjadi pertanyaan, kenapa Rasulullah Saw disifati dengan sifat seluruh manusia?
Syekh al-Alusi berkata:
 “Yang dimaksud manusia  (الناس)di sini adalah tuan mereka, bahkan tuan seluruh entitas kehidupan secara mutlak, yaitu Nabi Muhammad SAW. Ini pendapat Ikrimah, Mujâhid, ad-Dahhâk, Abu Mâlik, dan Atiyyah. Di lain sisi, Qatadah, Hasan al-Bashri, dan Ibn Jurair melihat bahwa manusia (الناس) di sini adalah orang-orang Arab. Di antara mereka ada juga yang melihat bahwa manusia (الناس) adalah umat Nabi Muhammad Saw secara menyeluruh. Olehnya itu, kata dengki (الحَسَدُ) di sini diartikan majaz. Yang demikian itu karena tatkala orang-orang Yahudi dengki kepada kenabian Rasulullah Saw yang senantiasa memberi tuntunan hidup ke jalan yang benar, mereka seperti dengki kepada seluruh umat ini.”[[3]]
Dan Ustadz Muhammad Rasyid Ridha berkata:
“Di buku-buku tafsir yang bercorak periwayatan (التفسير المأثور) kata (الناس) di sini maksudnya Nabi Muhammad SAW. Tentunya, orang-orang Yahudi dengki terhadap diri Nabi Saw dan kaumnya. Yang demikian itu karena ia datang dari mereka (kaum Arab) dan mereka pun lebih awal menyambut dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan yang diembannya.
Di antara sebab turunnya ayat ini diriwayatkan bahwa sebagian orang Yahudi, seperti Kaab bin al-Asyraf, tidak mendapatkan celah untuk mencela Nabi Saw, kecuali istri-istrinya yang banyak. Olehnya itu, di antara mereka ada yang melihat bahwa kedengkian mereka terhadapnya lebih dipicu oleh sebab ini. Sementara itu, ayat ini menolak wacana distorsif tersebut karena sebagian nabi-nabi mereka, seperti: Daud AS dan Sulaiman As, punya banyak istri. Di lain sisi, ayat ini pun menolak pernyataan negatif orang-orang Yahudi bahwa kekuasaan tidak boleh keluar dari keturunan Israel (Ya’qub As) dan keturunan Ibrahim AS dari Ishaq AS dan Ismail AS tidak berhak mendapatkan kemuliaan apa pun, seperti: kitab suci, hikmah, dan kenabian. Hematnya, dakwa ini batil karena anugerah ini telah ada jauh hari sebelum dakwa itu sendiri. Di samping itu, kemuliaan yang Allah anugerahkan ke sebagian hamba, apakah karena itu pilihan murni dari-Nya yang sepenuhnya kembali ke kehendak Allah sendiri, atau karena kemuliaan dan keistimewaan orang-orang yang menerima anugerah itu, sehingga setiap orang yang punya kemuliaan dan keistimewaan tersebut punya potensi untuk meraih anugerah yang sama. Namun, kenabian tetap pemberian murni dari-Nya kepada manusia pilihan.”[[4]]
Penafsiran serupa juga dijumpai di tafsir Syekh Sya’rawi yang melihat bahwa penyifatan seseorang dengan sifat plural lebih ditentukan oleh sejauh mana sifat-sifat baik orang tersebut yang mendapatkan penekanan makna dari Al-Qur’an, sehingga dengan sendirinya ia menjadi contoh baik kepada siapa saja yang ingin meneladaninya. Jika Anda telah menyadari ini, berikut pernyataan beliau:
“Sebagian penafsir berkata: firmanNya:
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿١٩٩﴾ 
(QS. Al-Baqarah [2]: 199),
artinya: bertolaklah kalian semua dari Arafah ke Mina untuk melempar jumrah seperti yang telah dilakukan Nabi Ibrahim AS di manasik haji. Kata manusia (الناس) di sini, meskipun datang dalam bentuk plural, tapi yang dimaksud adalah Nabi Ibrahim AS. Makna seperti ini bukan lagi sesuatu yang asing, yang demikian itu karena Allah menyifatinya di tempat lain sebagai umat. Olehnya itu, kata manusia (الناس) di sini diartikan sebagai orang yang mengoleksi banyak keistimewaan. Bahasa seperti ini juga dijumpai di Al-Qur’an yang menyifati Nabi Saw dengan ayat ini: ﭩ   ﭪ     ﭬ  ﭭ  ﭮ  ﭯ  ﭰ  ﭱ. Di ayat ini Allah menyifati Rasulullah Saw dengan sosok yang mengoleksi seluruh sifat-sifat baik yang ditemukan di seluruh manusia.
Hal serupa ditemukan di saat Al-Qur’an menyifati seseorang [[5]] yang mendatangi orang-orang beriman untuk memberitahu mereka bahwa orang-orang musyrik di bawah pimpinan Abu Sufyan telah siap menyerang mereka dengan kata (الناس). Yang demikian itu karena ia telah memperingatkan orang-orang beriman terhadap bahaya yang mengancam stabilitas mereka sehingga ia pun disifati dengan sifat plural seperti ini.[[6]]
Hemat penulis, berangkat dari teks-teks di atas terlihat dengan jelas bahwa mereka disifati Al-Qur’an dengan sifat plural, umat dan manusia, karena mereka mengoleksi sifat-sifat baik yang dapat menjadi cerminan hidup terhadap siapa saja yang ingin mengikutinya. Mereka adalah nabi-nabi dan sahabat Rasulullah Saw. Yang menjadi pertanyaan, apakah salah satu di antara kita punya kesempatan serupa dan potensi untuk mengikuti jejak mereka sehingga kita pun terhitung sebagai umat dengan sendirinya?
Yah, semua punya potensi yang sama dalam hal ini. Yang umat dari mereka adalah mereka yang menjadi cerminan hidup terhadap keindahan nilai-nilai Islam yang tidak pernah redup memberikan terang ke jalan yang baik, menyibukkan diri memberi petuah-petuah syariat siang dan malam untuk kebaikan dan kejayaan umat ini, merasa risih dengan kerusakan moral yang menimpa politisi bangsa ini dan generasi umat, terdorong bangkit menyikapi ketidakadilan penguasa dalam memerankan tugas-tugas negara yang diembankan kepadanya oleh seluruh masyarakat, tergerak menyuarakan tuntutan-tuntutan masyarakat yang manusiawi dengan penuh adab dan sopan santun. Mereka melakukan ini dengan ikhlas karena merasa dipanggil oleh gema ayat ini:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾
 “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran [3]: 104)
Yang umat dari mereka adalah mereka yang memikirkan siang malam nasib umat ini, batinnya terpukul berat melihat masalah-masalah umat menumpuk dari hari ke hari menunggu uluran tangan dan buah pikir, mereka sakit karena umat ini sakit digerogoti oleh paham liberalisme, sekularisme, atheisme, positivisme, komunisme, dan ajaran sekte-sekte yang berlabel Islam, tapi pada dasarnya jauh dari syariat, mereka berdiri kokoh menepis setiap paham dan ajaran sesat dengan lidah dan pena hingga ajal datang menjemput. Mereka melakukan ini semua dengan ikhlas karena sadar oleh pesan moral hadits ini:
(وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ).
“Dan Allah akan menolong seorang hamba, jika ia mengulurkan tangan membantu saudaranya.”[[7]]
Yang umat dari mereka adalah mereka yang mengeyampingkan popularitas semu yang menipu, tidak tamak pangkat dan jabatan yang kadang menjerumuskan ke lembah kesombongan dan sifat puji diri yang menyengsarakan, mengedepankan kepentingan umum dari kepentingan pribadi dan kelompok, menanamkan rasa kebersamaan dan persaudaraan, yang jika disadari ia adalah benteng kokoh umat ini yang dapat menepis segala efek buruk paham dan ajaran negatif, mematrikan ruh kerjasama, tanggungjawab, kedisiplinan dan etos kerja, dan kepekaan sosial terhadap masalah-masalah umat, yang jika disadari ia adalah obat mujarab terhadap ketertinggalan umat dalam menapaki rel kemajuan dari umat lain. Mereka menjalani kehidupan seperti ini karena ingin menjadi yang terbaik dari umat di segala bentuk kebaikan, mereka yang memahami isyarat-isyarat maknawi hadits berikut:
(تَجِدُونَ النَّاسَ مَعَادِنَ، َخِيَارُهُمْ فِى الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُهُمْ فِى الإِسْلاَمِ إِذَا فَقِهُوا، وَتَجِدُونَ خَيْرِ النَّاسِ فِى هَذَا الأَمْرِ أَكْرَهُهُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ فِيهِ، وَتَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِى يَأْتِى هَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ، وَ يَأْتِى وَهَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ)
“Anda sekalian akan mendapatkan tabiat manusia yang berbeda-beda seperti tabiat barang tambang yang beraneka ragam (di antara barang tambang itu ada yang bernilai tinggi dan ada juga yang rendah), yang terbaik dari mereka adalah yang mulia di zaman jahiliyah dan bertambah mulia dengan keislaman. Yang demikian itu karena mereka memahami dasar-dasar dan hukum-hukum agama ini, Anda pun akan mendapatkan orang yang paling baik di perihal ini (kekuasaan dan kepemimpinan) orang yang membenci dan tidak tamak terhadapnya, dan jika ia terpilih untuk itu, meskipun ia tidak menginginkannya, maka Allah akan menuntun langkahnya ke jalan yang benar, dan Anda sekalian akan mendapatkan orang yang paling jelek di antara mereka, yaitu orang yang bermuka dua (munafik), ia mendatangi mereka dengan salah satu wajah, dan mereka dengan wajah lain.”[[8]]
Yang dari umat bukan mereka yang mengatasnamakan diri sebagai penanggung jawab umat hanya untuk memenuhi hasratnya yang haus kekuasaan dan popularitas semu, mereka menari-nari di atas penderitaan umat melahap jerih payah buruh kerja, petani, nelayan, dan kelompok masyarakat awam lain yang memeras keringat untuk menyantuni diri dan keluarga mereka. Yang dari umat bukanlah seperti mereka.
Jika Anda bertanya: “Apa tanda orang yang berpotensikan umat?”
Jawabnya: di sana banyak tanda, tetapi yang paling nampak adalah rasa kehilangan masyarakat sekitar, masyarakat suatu bangsa dan negara, masyarakat umat Islam secara menyeluruh jika ia telah dipanggil kembali menghadap ke rahmat Allah SWT. Di masa hidupnya ia seperti pelita yang menerangi langit-langit tempat ia berada, memenuhi sudut-sudut kejiwaan yang kalut dengan siraman-siraman rohani, memerangi kebodohan umat terhadap keindahan nilai-nilai Islam yang sempurna, menjadi guru dan pribadi maknawi di setiap jiwa generasi Islam, pelanjut perjuangan umat, yang ditempa dengan sentuhan-sentuhan hikmah, menghabiskan harinya untuk kepentingan umat, berdakwah dengan lidah dan tulisan menepis setiap bakteri dan bibit penyakit ajaran dan paham sesat yang sewaktu-waktu dapat mengancam aqidah umat, dan peka dengan masalah-masalah mereka yang butuh uluran tangan dan pemecahan.
Yang seperti ini adalah mereka yang meneladani Rasulullah Saw dalam memperjuangkan nasib umat, mereka yang tahu arti dan nilai Rasulullah Saw yang tidak terkira, mereka seperti sahabat yang merasa kehilangan cahaya spiritual dan maknawi yang terpancar darinya, sehingga di antara mereka ada yang tidak mempercayai kepergiannya. Kota Madinah yang terasa hidup, seperti kota yang kehilangan sorotan cahaya kehidupan yang terlihat di akhlak-akhlak mulia Rasulullah Saw.
Olehnya itu, mereka yang meneladani Rasul Saw dalam hal ini mendapatkan luapan cahaya maknawi darinya dengan rahasia hadits ini:
(إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ، وإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُ دِيْنَارً وَلاَ دِرْهَماً، وَرّثُوا العِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍ وَافِرٍ).َ
“Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Dan sesungguhnya mereka tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang diberi taufik mengambilnya, maka ia mengambilnya dengan penuh keberuntungan.”[[9]]
Mereka setelah kembali menghadap ke Allah SWT, masyarakat sekitar merasakan kekosongan jiwa, sudut-sudut kota terasa hening, dan semangat spiritual terasa redup. Yang demikian itu karena cahaya maknawi terangkat dengan perginya sosok pribadi umat.
Di sini yang umat dari mereka punya derajat dan cahaya maknawi yang berbeda-beda di hati umat sesuai dengan tingkat perhatian dan peran mereka terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Tentunya, yang punya peran terhadap masyarakat dunia Islam lebih tinggi derajat maknawinya dari mereka yang peran dan perhatiannya terbatas pada lingkungan masyarakat tertentu. Meskipun demikian, merekalah umat sebenar-benarnya umat yang wajib diteladani.
Apakah Anda telah memikirkan nasib masyarakat, bangsa, dan umat ini, menyibukkan diri dengan masalah-masalah mereka yang butuh buah pikir dan uluran tangan?



Catatan Kaki:
[1] Lihat: al-Kassyâf, vol. 3, hlm. 482
[2] Lihat: Ahmad bin Muhammad bin Manshur (w 683 H/1284 M), al-Intishâf, (buku ini mengomentari aqidah-aqidah Mu’tazilah yang sering kali disisipkan Az-Zamakhsyari dalam tafsirnya. Buku ini diikutsertakan di cetakan tafsir al-Kassyâf), vol. 3, hlm. 482
[3] Lihat: Rûhul Maâni, vol. 5, hlm. 57
[4] Lihat: Tafsir al-Manar, vol. 5, hlm. 162
[5] Orang ini adalah Naîm bin Masûd al-Asyjai. Ia disifati ayat ini ﭽ ﯶ  ﯷ  ﯸ  ﯹ  ﯺ  ﯻ  ﯼ  ﯽ  ﯾ  ﯿﭼ
(Q.S. Ali Imran [3]: 173) dengan kata plural, manusia (الناس), karena ia seperti orang banyak yang menakut-nakuti orang-orang beriman untuk tidak menemui Abu Sufyan di medan laga. [Lihat: Jalaluddin as-Suyuti, al-Itqân,  vol. 2, hlm. 320]
[6] Tafsir Syekh as-Sya’râwi, vol. 2, hlm. 855-856
[7] Hadits riwayat Abu Huraira RA di Shahîh Imam Muslim, kitab ad-Dzikr wa ad-Duâ’ wa at-Taubah, bab Fadhl al-Ijtimâ’ ala Tilâwatil Qur’an wa ala ad-Dzikr, hadits. no: 7028, hlm. 1389
[8] Hadits riwayat Abu Huraira RA di Shahîh Imam Bukhâri, kitab al-Manâqib, bab (قول الله تعالى: يأيها الذين آمنوا إنا خلقناكم من ذكر وأنثى، وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا، إن أكرمكم عند الله أتقاكم) , hadits. no: 3493, hlm. 967
[9] Hadits riwayat Abu ad-Dardâ’ RA di Sunan Abu Daud, Kitab al-Ilmi, bab fi Fadhl al-Ilmi, hadits. no: 3641, hlm. 655

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19985/apakah-anda-telah-memikirkan-nasib-bangsa-dan-umat-ini/#ixzz1ss8s2wcD

genitsssssssssss



Sobat muda muslim, dunia maya alias cyber space memang udah kian maju. Rentang jarak berjuta kilometer udah bukan problem lagi buat berkomunikasi, juga cari informasi. Betul, kan? Nah, berterima kasih dong sama para ilmuwan teknologi yang udah kasih sumbangsih kemajuan ini kepada kita semua. Nyari informasi jadi enak, bikin tugas juga lancar bahkan cari temen yang jaraknya jauuuuh banget dari tempat kita tinggal cukup bisa ketemu di depan monitor kompi (komputer), lepi (laptop), gadget & tablet. Nyewa jasa internet di warnet juga udah murah banget, apalagi ngambil yang paket. Waah… bisa bawa perangkat makan-minum-sholat- guling en bantal ke warnet nih. Apalagi yang udah punya modem atau fasilitas wifi, bisa ngenet kapan dan di manapun. Online terus baik di kampus, kafe atau lingkungan RT dan rumah sendiri. Awas bablas ngenetnya! Wes ewes ewes! Hahahay! Ati-ati, Bro en Sis!

Yup, akhirnya dunia maya serasa di genggaman tangan. Gue aja kalo nggak pake hape yang gadget rasanya kurang banget. Ibarat ngerujak tanpa bumbu kacang plus lombok dan garam gitu, deh. Ya iyalah, gimana gue bisa nge-update status di FB en nge-tweet di Twitter (hehehe), bales-bales komen, baca dan bikin note, belum lagi nanggepin transaksi order yang belanja barang di FB gue? Selain itu, sekalian reuni temen-temen SD, SMP, SMA juga kuliah, terus cek info-info plus nge-update di halaman kampus tempat kerja gue. Cek email kali ada yang komen di blog gue atau order nulis dari gaulislam (hehehe…). Belum lagi sebar tautan dari web-web yang punya informasi penting. Wis, pokoknya banyak hal. Then..back to topic ya! Kita bahas yang genit-genit!

Akhwat genit, ikhwan genit
Jadi mirip-mirip lagunya si Vidi deh. Gadis Genit hehe. Tapi nggak enak banget ya kok embel-embelnya genit gitu. Hmm… ya gitu deh dari jaman gue aktif di dunia maya, mulai ngetem di Internet Relay Chatting (IRC), Yahoo Messenger, mailing list, Friendster, Multiply, Kaskus ampe Facebook en Twitter yang namanya ikhwan-akhwat spesies genit ya memang ada. Mungkin banyak juga lho.

Bro en Sis pembaca setia gaulislam, emang ciri-ciri spesies genit ini seperti apa sih? Coba deh kamu googling pake keyword search “ikhwan & akhwat genit”. Wah, seabreg dah link muncul! Dari sekian link yang muncul dan udah gue oprek, muncul dah kesimpulan, bahwa ikhwan en akhwat genit adalah yang dalam berkomunikasi dengan lawan jenis udah kayak nggak ada batas alias bebas. Bahkan ampe nekat pasang foto profil ala model sampul yang tampil imut dan unyu di FB-nya. Wooo! Selain itu rajin kirim-kirim puisi motivasi. Isi puisinya udah bener, tapi kirimnya yang ‘salah’ tujuan, yakni ke wall ikhwan or akhwat idaman. Jiaaah… ketahuan punya niat banget!

Belum lagi kalo hasil hubungan di soc-med (social media) itu nyampe ke jalur yang lebih privat alias pribadi. Udah rajin chatting berdua, rutin sms-an atau oret-oret di wall satu sama lain yang full pesan-pesan mengandung umpan: “Ukhti / Akhi, udah tahajud? Udah dhuha? Udah maem? Udah mimi obat? Halaqohnya yang rajin ya, Ukh/Akh. Smangad!” Buset dah!

Nah, yang jadi pertanyaan padahal kan udah menyandang titel ‘ikhwan-akhwat’ yang mafhumnya dikenal sebagai orang-orang muda yang paham Islam, jadi contoh dan menjaga pergaulan di antara lawan jenis. Tapi kok bisa bablas begitu? Aduh, memalukan banget!

Boys and gals, sebenernya ada sih orang-orang yang sengaja biar orang lain tahu dengan sendirinya kalo lawan jenis yang sering jadi tujuan ‘kegenitan’ mereka sebenernya adalah istri/suami, kakak/adik, atau sodaranya. Jadi wajar dong, dia akrab dengan lawan jenis yang dimaksud. Cuma yang liat ato ngebaca status dan komennya aja kali jadi rada nggak enak hehe.. Kesannya kok genit gitu ama lawan jenis. Kalo gitu, gimana kalo pindah ke inbox aja komunikasi yang kesannya nggak jaga wara’ (*kamu tahu istilah wara’ kan? Ya, wara’ artinya menahan diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan mudharat lalu menyeretnya kepada hal-hal yang haram dan syubhat, karena syubhat ini dapat menimbulkan mudharat). Nah, walaupun ‘kegenitan’ itu memang dilakukan dengan suami/istri, kerabat/mahrom kita, tetapi harus menjaga persepsi orang lain dan kecurigaan mereka. Untuk menghindari itu kamu bisa bikin grup khusus keluarga. Jadi dengan begitu orang bakal tahu yang ngumpul di grup itu adalah keluarga kita. Sip dah!

Nah, yang nggak wajar di sini kalo tujuan ‘kegenitan’ udah nyampe ke orang-orang yang statusnya ‘bukan apa-apa dia’, bahkan nggak pernah tahu wujud aslinya kayak gimana. Cuma kepincut ama tampilan foto profil, yang di situ doi pasang foto versi manga muslim atau hasil kreasi sendiri disambung lagi dengan beberan data profil doi di kolom info dan bikin yang baca ampe terkagum-kagum. Entah dari baca riwayat sekolahnya, prestasinya, de el el.

Bahkan bisa jadi yang bikin pertahanan dinding hati ini runtuh kalo para spesies genit ini tebar pesona pake kirim-kirim puisi motivasi, pesan dakwah ke wall-wall atau ngasih komen status di FB para lawan jenis mereka. Ampe bikin kamu error sehari aja gak ngenet gara-gara pesona untaian kata-kata yang ditebar para spesies genit ini di dunia maya. Supaya bisa kenal lebih dekat gitu, kalo jodoh kan lumayan. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Hooo, maksud lo?

Wah, jadi inget cover buku Gaul Tekno Tanpa Error –nya O. Solihin nih (maap rada promo nih). Di situ si cowok nanya: “Kamu kok kayak J-Lo (Jennifer Lopez) ya?”, dan si cewek balik nanya: “ Wah, kamu mirip Keanu Reeves (yang maen di film Speed en Matrix) ya?” Dan mereka saat itu tengah komunikasi berkenalan via chatting dengan entah fasilitas kirim foto atau pake webcam. Hahaha! Gubraakks. Liatnya dari puncak Monas pake lobang sedotan tuh, makanya bagus banget penampakannya heuheuheu! Ayo, diinget-inget dulu dah materi ngajinya tentang pergaulan islami. Nggak perfect dong kalo cuma dikaji tapi nggak dipraktekin dengan bener!

Bagi yang kebagian versi genit ‘gak wajar’, coba deh introspeksi diri. Lagi futur bin galau? Butuh hiburan? Butuh motivasi? Kebelet nikah dan memang lagi dalam rangka cari pasangan? Rempong dah!

Refresh yuk!
Yap, refresh dulu biar nggak error. Gimana? Ikhwan akhwat dambaan dan panutan umat apa udah introspeksi? Gue udah siapin seabrek solusi simpel supaya potensi keizzahan (kemuliaan) en keiffahan (kesucian) kita nggak berkurang dalam kehormatan kita semua. Apalagi kita sebagai contoh bagi remaja muslim laennya. Catet ya!

Pertama, hindari komunikasi yang ngga perlu. Fokus ke hal-hal yang memang harus didiskusikan dan yang penting-penting aja. Kedua, kalo ada komen-komen yang merayu, menggoda, delete aja deh! Hal-hal kayak gitu berpotensi bikin galau nelangsa tingkat propinsi dan nggak penting banget! Ketiga, luruskan niat puoolll untuk berdakwah di dunia maya. Berhubung dunia maya plus perabotan soc-med sebenernya berstatus wasilah/perantara/ alat maka camkan pada diri kita awlawiyaat/prioritas amal: yang WAJIB (segera laksanakan), SUNNAH (diupayakan untuk dilaksanakan), MUBAH (pilih yang bener-bener bermanfaat; penggunaan fasilitas internet untuk kebaikan termasuk dalam kategori ini), HARAM (sama sekali gak boleh dilakukan; hal yang MUBAH bisa jadi HARAM kalo penggunaannya menyalahi syara’. Misalnya soc-mednya buat komunikasi yang gak bener).

So Guys, sebenernya baik buruk itu ada di tangan kita. Sebagaimana kata kang O. Solihin dalam buku Gaul Tekno Tanpa Error (hlm.151): “Tekno nggak salah apa-apa. Sebab, tekno tuh netral. Bisa dimanfaatkan untuk kebaikan, sekaligus bisa juga dimanfaatkan untuk keburukan. Tergantung kita yang menggunakannya.” Tuh, catet!

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab “Al-Fawa’id” juga menuliskan, “ Di antara efek maksiat ialah pelakunya tidak banyak mendapatkan hidayah, pikirannya kacau; ia tidak melihat kebenaran dengan jelas; batinnya rusak, daya ingatnya lemah, waktunya hilang sia-sia; dibenci manusia, hubungannya dengan Allah renggang, doanya tidak dikabulkan, hatinya keras, keberkahan dalam rezeki dan umurnya musnah; diharamkan mendapat ilmu, hina, dihinakan musuh; dadanya sesak; diuji dengan teman-teman jahat yang merusak hati dan menyia-nyiakan waktu; cemas berkepanjangan, sumber rezekinya seret; hatinya terguncang. Maksiat dan lalai membuat orang tidak bisa berzikir kepada Allah, sebagaimana tanaman tumbuh karena air dan kebakaran terjadi karena api. Berkebalikan dari semua itu adalah muncul karena ketaatan.” Wuiiih, nampar abiiieeees!

Buat finishing, inget selalu ya firman Allah Swt (yang artinya): “Jika kalian menyimpang (dari jalan Allah) setelah datang kepada kalian bukti-bukti kebenaran maka ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS al-Baqarah [2]: 209)

Ini artinya kita kudu ati-ati, Bro en Sis. Sebabnya, dalam ayat ini semacam ada warning dari Allah Ta’ala bahwa kalo kita menyimpang dari jalan Allah Swt., padahal bukti kebenaran udah kita terima, tetapi kita ngotot nggak mau ikut dengan kebenaran itu, maka tunggulah perhitungannya di akhirat kelak, karena Allah Swt. yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana tidak akan pernah luput untuk mencatat setiap perbuatan kita.

Ok deh Gan, semoga informasi dan wawasan dalam tulisan ini bisa bikin kamu tambah beriman, tambah cerdas, tambah banyak dan berkualitas setiap amal shalihnya. Jaga kesucian dan kehormatan diri, jangan bergenit-ria di internet. Meski kamu pake nama samaran di dunia maya, tetap aja pasti ketahuan sama Allah Swt. Apapun jenis perbuatanmu, termasuk yang suka saling godaain antara cowok/cewek or ikhwan/akhwat di internet. Waspadalah!

Sunday, 22 April 2012

Dakwah dan Budaya Alay

19/4/2012 | 27 Jumada al-Ula 1433 H | Hits: 957
Oleh: Siti Patimah
Kirim Print
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com - Suatu hari (salah satu gaya penulisan lama kerap diawali dengan dua kata tersebut) duduk dua mahasiswa tengah bercengkerama dalam sebuah masjid.
Ujang: Sep, Ane rek curhat yeuh. Minggu-minggu ieu meuni banyak tugas UTS (baca Ujian Tara Serius) jeung amanah oge numpuk. Ane bingung kudu kumaha?
Asep: Hmm… Bingungna di beulah mana Sep? Hhe…
Ujang : (Bengong…ngusapan jenggot)
Asep : Geus ayeuna mah kerjakeun heula weh nu kira-kira bisa dikerjakeun ku ente (asal kata Antum; entah dari mana filosofi perubahan kata tersebut ^^), inget kan yen Allah moal mere cocoba di luar kemampuan hambaNa di QS Al-Baqarah ayat 286 “laa yukalifullahu nafsan illa wus’ahaa” urang teh kudu yakin…
Ujang: Enya apal Ane oge, ngan teuing kunaon ayeuna teh urang keur andilau **
Asep: (ngahuleng…) pendekar? Naon andilau teh?
Ujang: Beuuh, ari Asep kamana wae? Teu gaul ah…andilu teh “antara dilemma dan galau”…keur trend ayeuna teh eta istilah Sep…
Asep: ooh…^^ enya sok ayeuna mah tong andilau-andilauan kitu GJ teu puguh…mending kerjakeun tong di engke-engke. Kamu inget kan kisahna Rauh Ibnu Zanba. Harita manehanana keur shaum, tuluy ditawarn buka di tengah poe ku Raja tapi subhanallah Rauh ngajawab “… Demi Allah aku tak akan berbuka hari ini. Karena sesungguhnya aku takut besok akan mati”
Ujang: Ari GJ naon Sep?
Asep: hha…satu kosong, ente oge teu gaul Jang. GJ teh Gak Jelas u know?
Ujang: Gkgkgk…Hheu bisa wae ente mah Sep (Ujang merunduk tersipu malu)
Asep: Astaghfirullah… Enggeus ah. Urang tatadi geus kaleuwihan heureuyna. Nu kitu teh melenakan, enya teu Jang?
Ujang: Enya Sep, hampura nyak. Ane can bisa jadi saudaramu yang baik.
Asep: Enya sarua Ane oge, inget yen Allah teh teu resep ka hamba-hamba yang melampaui batas (Al-Baqarah; 190, Al-Imran: 147)
Asep+Ujang: Astaghfirullah…berpelukan.
Demikianlah gambaran yang kemudian dewasa ini terjadi. Globalisasi, menjadi fenomena yang sangat misterius. Kemunculannya diawali dengan semakin menggilanya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi. Jelas sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan manusia. Termasuk Dakwah di dalamnya.
Dakwah yang salah satu aksinya dijewantahkan dari semangat beramar ma’ruf nahi munkar yang juga tertera dalam QS. Ali Imran: 104, “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” pun tak lepas dari pengaruh tersebut.
Walaupun jika kita runut, bahwa setiap fenomena yang muncul akan selalu mempunyai dua perspektif; positif atau negatif. Hal itu dikembalikan lagi kepada masing-masing individu. Namun yang pasti pergolakan globalisasi akan terus berkembang bahkan pada sesuatu yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dari segi positif, dakwah mendapatkan satu peluang bagaimana ekspansi-ekspansi penanaman nilai-nilai syariat bisa berjalan massive. Dengan memaksimalkan syiar multimedia: Facebook, tweeter, blog, web dsb. Hal ini agaknya mampu membuat dakwah “tersenyum”.
Tetapi, lagi-lagi kita harus siaga. Dalam artian kita tak lekas cepat puas dengan berbagai “kenyamanan bias” yang ditawarkan.
Terbukti, kader-kader dakwah pun dewasa ini tidak sedikit yang terserang virus alay. Alay, salah satu bentuk dari budaya yang menggejala dalam kehidupan sosial. Kemunculannya, ibarat tamu tak diundang (bukan jelangkung ya^^). Bisa membawa manfaat, namun bisa pula mengakibatkan mudharat. Alay bisa hadir dalam bentuk bahasa, tingkah laku maupun kebiasaan. Contoh pendeknya, dari bahasa. Kata Ya, yang sebelumnya tertulis dalam kumpulan huruf Ya, Ia atau Iya sekarang muncul dengan dua huruf EA. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Alay sendiri menurut Wikipedia; Alay atau anak layangan adalah orang-orang kampung norak yang baru bisa berlagak. Dalam ilmu sosiologi, dikenallah strata yang berarti tingkatan seseorang/kelompok dalam suatu komunitas dan alaylah yang menempati strata terbawah dalam negara Indonesia dan sampai kapan pun strata mereka tidak akan bertingkat bahkan bisa turun apabila ada golongan baru. Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa alay ibarat kanker yang perlahan membunuh karakter Indonesia. Seperti tontonan tak bermutu: R*J* G*MB*L. Jengah saya lihatnya. Akankah bangsa ini diisi oleh orang-orang tak bermoral? Akankah negara ini dihuni oleh mayat-mayat yang berjalan? (Haduuh, astaghfirullah. Klo lagi kumat so, idealisnya).
Kita tengok karakter si Ujang dalam penggalan di atas. Kita secara sadar atau tidak terkadang kerap mendapati suasana seperti itu. Galau Gak Jelas. Bahkan sering pula kita tidak menghadiri satu acara hanya karena alasan SIBUK. ADK memang luar biasa dan biasa di luar. Aktivitasnya yang bejibun terkadang menghijabi keyakinan bahwa Allah adalah pengatur segala sesuatu. Kita tak usah ribet, rumit mikirin hal yang belum tentu jelas adanya (astaghfirullah, menampar diri sendiri…). Ketika kita dihadapkan pada satu dimanika permasalahan; amanah, tugas kuliah, maisyah, nikah, rumah dan serba serbi ah. Maka mari bertawakal, mari beristighfar karena ketidaktenangan, kegelisahan timbul dari syaitan sedangkan ketenangan bersumber dari Allah SWT “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Rad: 28).
Terlepas dari itu semua, satu yang harus kita yakini bahwa apapun yang kemudian muncul dalam nafas kehidupan kita adalah entah itu anugerah atau musibah yang pasti kita tetap berhusnudzan kepada Allah SWT. Wallahualam Bish shawab, kesalahan timbul dari saya sebagai jelata tak bermakna penuh dosa dan teramat papa. Kebenaran bersumber dari Allah SWT yang Maha Segalanya.

Salam inspirasi

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19875/dakwah-dan-budaya-alay/#ixzz1shG3by8K

Hatiku Bagai Secarik Tisu

20/4/2012 | 28 Jumada al-Ula 1433 H | Hits: 954
Oleh: kiptiah hasan
Kirim Print
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com
Hatiku bagai secarik tisu
Rapuh kala angin meniup
Luruh kala tangan meremasnya
Kotor kala debu menyinggahinya
Ooh… Mungkin hatiku kini sedang rapuh
Mudah luruh dan kotor
Mungkin ini hanya suatu peralihan
Seperti siang yang berganti malam
Atau panas yang berganti hujan
Mungkin aku harus nikmati ini
Dan ku kecup dalam-dalam kerapuhannya
Ku harus melewati kerapuhan
Ketika ketegaran akan menyapa nanti
Sejenak atau beberapa jenak lagi
Layaknya karang di tengah lautan
Tuhan, aku ingin mencintaiMu
Bahkan di antara kerapuhan hati karena terhimpit harapan
Aku ingin mencintaiMu
Meski dosa terus menggerayang
Mendaki hati yang tak selalu kokoh
Tuhan, aku ingin mencintaiMu
Di antara hati yang tersekat
Tuhan, aku juga ingin di cintai
Cinta makhluk yang mencintaiMu
Bukan cinta dalam balutan kata-kata
Maaf bila kini hatiku bagai secarik tisu

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19620/hatiku-bagai-secarik-tisu/#ixzz1shFc0Ou9

Dialog Ikhwan (Sok) Stabil Dengan Ikhwan (Agak) Labil

19/4/2012 | 27 Jumada al-Ula 1433 H | Hits: 4.728
Oleh: Deddy Sussantho
Kirim Print
Ilustrasi (inet)
dakwatuna.com – Selepas shalat Zhuhur, para ikhwan tidak langsung beranjak dari masjid. Seperti biasa, mereka saling membentuk kelompok-kelompok kecil dan memperbincangkan banyak hal. Begitu pula yang kini dilakukan akh Simun dan akh Afik di pojok masjid.
“Assalamu’alaikum. Gimana kabarnya, Akhi?”
“Wa’alaikumussalam. Alhamdulillah, akh. Tetap berseri sebagaimana mentari di pagi hari. By the way, ada apa nih, akh? Tumben-tumbennya mukanya kusut begitu.”
“Muka ane emang begini, akh.”
“Betul juga. Terus ada apa, akh?”
“Sebenarnya ane pengen minta tolong sama Ente.”
“Minta tolong apa? Sebagai saudara, ane pasti bantu kalau Ente punya masalah.”
“Ane pengen curhat. Sebetulnya bukan masalah ane, tapi masalah umat.”
“Owalah. Berat amat. Emang masalahnya apa?”
“Itu loh, sekarang saudara-saudara kita udah pada pindah jamaah!”
“Huaapaaa, yang boneenng? Eh, yang bener? Pindah gimana maksudnya?”
“Sekarang mereka jadi jamaah Facebookiyah.”
“Halah, kirain apaan.”
“Tapi ane serius, akh.”
“Muke lu jauh!”
“Ya sudahlah. Kok jadi ngomongin muka lagi sih, akh?”
“Betul juga.”
“Hm, begini. Sebagai ikhwan yang militan dan tak takut sama setan, ane cukup prihatin sama saudara-saudara kita itu.”
“Dan ane, sebagai ikhwan romantis yang optimis, cukup bingung dengan obrolan kita hari ini. Sebetulnya Antum mau ngomong apa sih, akh?”
“Bagaimana ane tidak kuatir. Makin hari saudara-saudara kita lebih aktif di dunia maya (Facebook) ketimbang hadir pada agenda-agenda di dunia nyata.”
“Ya mungkin mereka sibuk. Wajarlah, mereka kan para aktivis yang begitu padat akan agenda.”
“Kalau padat agenda, kok masih sempatnya Facebook-an?”
“Itu dia kehebatan mereka.”
“Ente masih ingat dengan wacana lama tentang Facebook buatan ‘Yahoo-di’?”
“Masih.”
“Bagaimana pendapat Ente saat itu?”
“Ane sih sah-sah saja ya. Meski dikabarkan sebagian besar keuntungan itu untuk pembiayaan perang melawan Palestina dan sebagainya, ane tetap stay cool dan nggak terlalu parno sama wacana itu. Toh, jika kita gunakan untuk dakwah akan sangat efektif dampaknya.”
“Yuups, sepakat ane dengan Ente.”
“Tapi mukanya biasa aja dong.”
“Tuh kan bahas muka lagi.”
“Betul juga.”
“Hm, waktu itu emang banyak saudara-saudara kita yang dilematis karena isu itu. Dan nggak sedikit yang akhirnya menutup akun Facebook mereka loh.”
“Ya bagus. Mungkin itu adalah tindakan preventif mereka dalam menghadapi yang syubhat tersebut.”
“Tapi bagi mereka yang berpandangan bahwa Facebook itu sangat potensial untuk dakwah, mereka akhirnya tetap menggunakan Facebook.”
“Betul. Bagaimanapun Facebook atau media sosial lainnya adalah sarana efektif dalam berdakwah. Coba bayangkan, kalau kita punya teman di Facebook itu ada 2000 orang, dan semuanya merasakan sentuhan dakwah kita. Wuih, mantap dah tuh. Jadi MLP!”
“Apaan tuh MLP?”
“Multi Level Pahala. Hehe.”
“Memang! Apalagi sekarang juga ada Twitter, di mana kalau kita nge-twet sekali, itu akan tersebar ke seluruh teman-teman yang follow kita. Kalau yang follow kita ada satu juta orang, terus kita nge-twet tentang suatu kebaikan, sebanyak itu pula yang mendapat manfaat dari kita.”
“Luar biasa, ya. Marketing dakwah yang efektif.”
“Memang.”
“Omong-omong, Ente punya akun Twitter?”
“Enggak.”
“Yee… jangan ngomong kalo gitu.”
“Abis ane nggak ngerti cara pakainya sih. Hehe.”
“Gaul dong makanya.”
“Ente punya?”
“Enggak.”
“Yee, ‘kaburomaqtan’ juga Ente…”
“By the way, kalau diperhatikan sekarang-sekarang ini malah banyak dari saudara-saudara kita yang sudah tidak membawa semangat tersebut.”
“Semangat apa?”
“Ya semangat ber-Facebook untuk dakwah itu.”
“Ooh…”
“Kok cuma ‘Ooh’?”
“Itu semua memang kembali kepada motif kenapa mereka punya Facebook.”
“Nah, itu dia. Kalau ane tanya, Ente punya Facebook buat apa?”
“Kebutuhan diri, eksistensi.”
“Sebetulnya kalau untuk eksistensi, kurang tepat juga Ente pilih Facebook. Toh ane yakin, teman-teman Ente di Facebook adalah teman-teman Ente di kampus juga kan? Setiap hari ketemu di kampus, kenapa juga punya Facebook?”
“Betul juga. Tapi bagaimana kalau mau komunikasi saat nggak ketemu di kampus?”
“Kan bisa lewat HP atau email. Atau kalau mau lebih kongkret, ya jauhlah aja. Datengin tuh rumahnya.”
“Betul juga. Kalau Ente punya Facebook kenapa?”
“Untuk berbaur dengan teman-teman, dong. Agar tidak eksklusif. Dakwah itu kan tidak boleh eksklusif.”
“Memang, tapi saking eksklusifnya, jangan sampai jadi alay. Ane perhatikan isi status saudara-saudara kita begitu. Kalau yang ikhwan, paling nggak jauh tentang akhwat atau kebelet nikah melulu. Kalau akhwat, ya paling curhat abis makan ini, abis kerjain itu, abis mikirin anu, abis ngurusin ono. Macem-macem dah tingkahnya.”
“Oh, begitu ya? Hehe. Hm, kalau soal akhwat itu lain, akh. Itu adalah sebuah azzam yang memang harus kita niatkan sejak dini.”
“Azzam sih azzam. Tapi salah tempat, akh. ‘Afwan nih ya, nikah itu bukan untuk dibicarakan, tapi disiapkan! Kalau udah siap, gak usah banyak omong, langsung khitbah dong.”
“Belum pede kali, akh. Hehe.”
“Kalau inklusif disalahartikan, jadinya malah bisa kebablasan, akh. Yang ane kuatirkan adalah, kalau begini terus, izzah Islam malah jadi taruhannya. Setiap online, saudara-saudara kita actionnya nggak penting melulu, seperti curhat, ngomongin hal-hal yang sebetulnya tidak untuk dipublikasikan, atau bahkan berujung pada pembukaan aib sendiri atau aib orang lain.”
“Mungkin menurut Ente nggak penting, tapi bagi mereka itu penting, akh.”
“Hm, ane maklum, akh. Itu memang wajar kalau sebagai manusia ingin diperhatikan. Tapi ini juga soal umat, akh. Mereka butuh contoh atau keteladanan. Kalau kita-kita, yang notabene aktivis dakwah malah kurang bisa jadi contoh dan kurang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, lantas apa bedanya kita yang sudah tarbiyah dengan mereka yang belum tarbiyah?”
“Wah, muka Ente serius banget, akh.”
“Tuh kan muka lagi.”
“Betul juga. Terus, menurut Ente bagaimana?”
Punya Facebook, kalau nggak untuk dakwah, mendingan nggak usah!
“Mantap! Ane suka nih ikhwan yang kaya begini.”
“Idiih…”
“Enak aja. Ane normal, akh. Tapi bener kata Ente, ane jadi ingat kata ustadz yang mengutip perkataan Imam Syafi’i.”
“Yang kaya gimana tuh?”
“Tapi ane lupa, akh.”
“Diingat-ingat, dong.”
“Tunggu, biar ane coba ingat-ingat dulu…”
“……”
“Aha! Ane tahu, akh!”
“Nah gitu dong, jadi apa?”
“Ane tahu kalau ane belum ingat, akh.”
“*&*&#$%#@!”
“Tapi secara garis besarnya ane tahu, akh.”
“Buruan deh, sebelum muka ane jadi nggak enak nih.”
“Kalau muka Ente mah emang udah dari tadi…”
“Buruan!”
“Jadi kurang lebih begini: Andai kata Al-Qur’an itu hanya berisi surat Al-‘Ashr, maka sesungguhnya surat Al-’Ashr telah cukup menjadi pedoman seluruh manusia untuk selamat dalam hidup ini.”
“Nah, itu dia. Begitu pula dengan ber-Facebook. Kalau digunakan tidak untuk hal yang bermanfaat, jadinya kita malah merugi deh.”
“Iya, sudah rugi waktu, tenaga, pikiran, biaya, dan jelas itu juga merugikan orang lain.”
“Kok bisa merugikan orang lain?”
“Secara umum, orang lain jadi rugi karena capek-capek baca hal-hal yang nggak penting dari kita. Lalu orang tua juga jadi rugi, karena listrik di rumah dan uang yang kita pegang itu kan masih pemberian orang tua. Eh kita buat yang begituan. Sayang banget.”
“Tumben Ente bijak, akh.”
“Dari dulu kali.”
“Eh, by the way, jam berapa sekarang, akh?”
“Hm, jam 13.58 WIB. Kenapa? Ente ada kelas lagi?”
“Iya, ane ada kelas Metodologi Penelitian. Dosennya disiplin. Ane nggak boleh telat, akh. Yaudah, ane pamit dulu ya. Syukron nih udah nemenin ngobrol.”
“Iya, akh. ‘Afwan. Sukses ya! Lain kali kita ngobrol lagi. Ok?”
“Siip. Wassalamu’alaikum!”
“Wa’alaikumussalam.”
Hening. Angin sesekali bergerak mengusir panas kala itu. Sebagian mahasiswa di masjid ada yang pergi, kemudian ada yang datang kembali. Sementara geliat kampus masih seperti sedia kala, hingga turut membawa senja tiba. Akh Afik, yang kala itu sedang di warnet, membuka Facebook-nya dan tiba-tiba mendapati status terbaru akh Simun: Dosen met-lit galak banget sih! Masa telat semenit nggak boleh masuk!?
Akh Afik hanya tersenyum melihat tingkah saudaranya yang satu itu. Kemudian ia gerakkan jarinya dan menulis sebuah status yang entah ia tujukan kepada siapa: Sebentar begini, sebentar begitu, dasar ikhwan labil!

Keyword: , , ,

Mau Tahu Amalan yang Paling Dicintai oleh Allah?

16/4/2012 | 24 Jumada al-Ula 1433 H | Hits: 7.791
Oleh: Riyan Fajri
Kirim Print
Ilustrasi (Republika Online)
dakwatuna.com - Ketika kita mengerjakan shalat fardhu (Subuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib, & Isya), ternyata kita bisa mendapatkan suatu amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT dibanding dengan amalan-amalan lain. Bayangkan amalan ini lebih dicintai oleh Allah SWT dibanding dengan Berjihad dijalan Allah dan Berbakti kepada orang tua. Subhanallah bukan?
Ya, amalan ini memang gampang-gampang sulit, tetapi ketika kita benar-benar bertekad dan meluruskan niat, insya Allah amalan yang satu ini sangat mudah dilaksanakan.
Ketika berbicara tentang waktu shalat, memang terkadang kita menganggap itu adalah sesuatu yang biasa-biasa saja, tetapi ternyata amalan yang kita bicarakan di atas adalah Shalat di awal waktu, seperti yang tertera dalam hadits nabi di bawah ini,
Abdullah (bin Mas’ud) RA berkata, “Saya bertanya kepada Nabi, ‘Apakah amal yang paling dicintai oleh Allah?’ (Dalam satu riwayat: yang lebih utama) Beliau bersabda, ‘Shalat pada waktunya’ Saya bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau bersabda, ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Saya bertanya, ‘Kemudian apa lagi’? Beliau bersabda, ‘Jihad (berjuang) di jalan Allah.”‘ Ia berkata, “Beliau menceritakan kepadaku. (Dalam satu riwayat: “Saya berdiam diri dari Rasulullah.”) Seandainya saya meminta tambah, niscaya beliau menambahkannya.” (H.R. Bukhari, hadits Shahih dan terdapat di dalam Shahih Bukhari)
Kita mengetahui bahwa jihad di jalan Allah SWT[1] dan berbakti kepada orang tua jaminannya surga[2], maka bagaimana dengan Shalat di awal waktu yang statusnya itu adalah amalan yang paling dicintai Allah? Wah masalah balasan yang akan kita terima nanti itu hak Allah yang akan memberikan.
Setelah kita mengetahui semua ini, maka mulai saat ini juga, marilah kita berusaha untuk shalat di awal waktu. Shalat di awal waktu dan di akhir waktu lamanya waktu kita shalat gak bedanya kan? Dan juga biasanya kalau shalat di akhir waktu, biasanya kita sering kebablasan, atau terlupa. Untuk menghindari itu, maka shalatlah di awal waktu. Tidak ada ruginya bukan ketika kita shalat di awal waktu?
Semoga dengan melakukan amalan-amalan yang dicintai oleh Allah SWT, kita bukan hanya mendapatkan ganjaran yang sangat besar tetapi juga Cinta dari Allah SWT.
Karena ketika kita menjadi kekasih Allah SWT, insya Allah kita akan selalu dijaga oleh-Nya (bayangkan, yang menjaga kita adalah zat yang menguasai alam ini), lalu apa yang kita minta pasti akan dikabulkan (betapa nikmatnya bukan?). Maka bersungguh-sungguhlah dalam meraih cinta Allah SWT dengan melakukan amalan-amalan yang dicintainya.
Wallahu a’lam Bishshawab.

Catatan kaki:
[1] Rasulullah Saw ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau lalu menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR. Ibnu Majah)
[2] Kedua kaki hambaKu yang dilibat debu dalam perang fisabilillah tidak akan tersentuh api neraka. (HR. Bukhari)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/04/19443/mau-tahu-amalan-yang-paling-dicintai-oleh-allah/#ixzz1shEJZIzq